Sunday, August 12, 2018

“Iman Standar, Islam Biasa, Masuk Surga, Alhamdulillah”



Suatu hari, ada seseorang bertanya kepada saya,
“Sob, Jadi orang islam itu yang biasa-biasa ajalah, gausah ekstrim-ekstrim banget”
Awalnya saya hanya bisa tersenyumin, sebelum akhirnya saya tanya lebih lanjut,

“Maksudnya jadi islam biasa dan islam ekstrim itu gimana ya bro ?”

"Iya itudeh bro,
"Kalo mau salaman sama cewek, ya biasa aja, salaman aja, gak usah kayak gini *mencontohkan cara menolak jabat tangan dengan mempertemukan kedua telapak tangan*. Lebay banget.
Terus belum lagi, kalo cewek mau pakai jilbab yaa biasa-biasa aja, gak usah sampe lebar-lebar banget, panjang-panjang, tangan harus ketutup semualah, ada yang cadaran pula. Yaa agak fashion trendy gitu lah bro, jangan saklek banget."

*dan beberapa contoh lain*

Yang terlintas dalam pikiran saya—dan mungkin pikiran anda yang sedang membaca ini,
“Apa iya, cukup ‘islam biasa-biasa aja’ ?”
“apa iya punya iman cukup yang standar-standar aja ?”
Apakah cukup, untuk perkara akhirat yang lebih besar, lebih kekal, lebih panjang perjalanannya, kita ngakunya “standar-standar aja” ?
Jika kita cukup punya “iman standar”, maka sebenarnya, standar apa atau standar siapa yang harus kita gunakan ?

Untuk kita yang sudah lama bergulat dengan sebongkah permasalahan dunia, sepatutnya langsung tersadarkan. Bahwa sebenarnya, kita tidak pernah menggunakan “kualitas standar” dalam urusan dunia kita.

Contoh saja, sewaktu duduk di bangku sekolah, kita selalu berlomba mendapatkan nilai tertinggi. Meloncat ke bangku kuliah, kita selalu berusaha mengukir IPK tertinggi, cumlaude/Summa cumlaude menjadi hiasan yang sangat dibanggakan dan diidamkan. Berlanjut ke masa pencarian kerja, kita selalu berlatih, berpakaian terbaik, perkataan terbaik, pengorbanan waktu terbanyak, untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, bahkan pekerjaan terbaik dan diimpikan. Semuanya, terhubungkan dengan kalimat “terbaik”. “Terbaik” usahanya, keringatnya, waktunya, dan segala-galanya. KENAPA ? simple, karena hanya yang terbaik yang akan mendapatkan apa yang diinginkan.

Lalu, tidakkah kita tersadar…

Jika untuk urusan Dunia saja kita sepantasnya berlaku totalitas, mengenakan pakaian khusus saat berangkat sekolah/berangkat kerja, melakukan tindakan secara profesional—datang harus tepat waktu bahkan sebelum waktu masuk harus sudah hadir, kondisi badan dalam keadaan fit, berkata dengan tutur yang ramah—kalau nggak ramah nanti dimarahin bos atau pak guru, atau atasan lainnya , dan tidak lupa, membaca buku panduan/standard Operating Procedure (SOP) yang dirancang sedemkian rupa, harus ngikutin apa kata bos. Belum lagi harus selalu update ilmu, lewat pelatihan, training course, seminar, dan semacamnya. Tentunya, ini SANGAT menyita waktu kita. 

Tapi hebatnya, kita tidak pernah mengeluh…

Kita tidak pernah mengeluh, kenapa sih saya harus mengikuti peraturan kantor/sekolah ? kenapa sih saya harus pakai seragam sekolah/kantor ? Kenapa saya harus Sehat sewaktu ngantor ? Kenapa saya harus datang pagi, pulang sore, kenapa saya…bukan orang lain ?

Semua untuk kesenangan dan kepentingan Dunia.
Maka, Jika untuk perkara dunia saja kita manut-manut wae, ngikutin semua peraturan yang ada, All-out untuk menjadi yang terbaik di kantor/sekolah, adalah sebuah pertanyaan besar, mengapa kita Cuma mau “standar aja” untuk perkara akhirat ?

Mengapa kita banyak mengeluh untuk sekedar shalat saja ?
Mengapa selalu ada alasan untuk malu, untuk tidak melaksanakan syariat (peraturan) Allah Azza wa Jalla ?
Selalu ada alasan untuk mengenakan Hijab/Jilbab/Khimar..
Selalu ada alasan untuk datang ke masjid saat adzan terdengar di angkasa.
selalu ada alasan untuk absen dari membaca Qur’an

Jika anda selalu meng-update ilmu untuk keseharian anda, untuk kantor, untuk “masa depan” duniawi anda, lalu KAPAN ANDA MENG-UPDATE ILMU AKHIRAT ANDA ?

Nyatanya…
Selalu ada alasan untuk menomorduakan pelajaran Agama.
Selalu ada alasan untuk menunda membeli buku Ilmu Agama entah itu dari yang paling dasar hingga Sirah Nabawiyah, Ushul Fiqh,
Selalu ada alasan untuk bacaan Qur’an kita yang “ala kadarnya”.
Selalu ada alasan untuk Hafalan Qur’an kita yang berkutat di “Tri Qul”.
Selalu ada saja keluhan disaat anda membayar zakat.

Mengapa kita selalu MENGELUH untuk MASUK SURGA ?
DIMANAKAH GHIRAH—semangat--  UNTUK MENGGAPAI KEBAHAGIAAN ABADI ?

Nyatanya, kita lebih Takut “Dimarahin Bos” dari “Dimarahin Allah"

Kita lebih mengedepankan alasan untuk “masuk” ke seluk beluk urusan dunia, daripada memikirkan, bahwa, nantinya tindakan kita terhadap agama yang “standar” ini menjadi alasan Allah untuk tidak memasukkan kita ke Surga-Nya…


Q1 : “Yah kan malu, orang sekitar saya gak ada yang begitu sob”

Wahai sahabatku,
Jika anda harus malu,dan memang Pantas untuk merasa malu, seharusnya anda merasa MALU terhadap diri anda sendiri yang mengharapkan surga, tapi tidak mengerjakan amalan-amalan Ahli Surga.

Terlebih Lagi,
Seharusnya anda MALU, kepada siapa ? Kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam. Kenapa ?
Disaat Rasulullah berjuang menyebarkan Syiar Agama ini…
di saat beliau diusir dari kampung halaman tempat kelahirannya..
di saat seluruh kaumnya memboikot usaha dagangnya..
di saat seluruh kabilahnya mengejek dengan kata “Gila”, “Pendongeng dan Pengarang”, “Penyihir”, dan ejekan lainnya.
TAPI, TIDAK ADA satupun alasan terlisan dari Lisan Beliau Shalallahu’alaihi wasalam.

Sedangkan anda ?
Anda hanya mementingkan perkataan manusia yang tidak lebih benar dari Janji Allah Azza wa Jalla
Anda hanya mendengarkan ocehan orang yang tidak lebih mulia dari Hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam ?

MALULAH TERHADAP DIRI ANDA SENDIRI DISAAT KELAK KITA SEMUA BERSIMPUH DI HADAPAN ALLAH, ALASAN APALAGI YANG DAPAT ANDA LONTARKAN DIKALA ITU ?MALULAH KEPADA RASULULLAH YANG TELAH BERJUANG MENYAMPAIKAN RISALAH AGAMA ISLAM INI..

Q2 : “Yah itu kan jaman Rasul, Jaman dulu, Kita udah di “Jaman Now” ini sob. Gak bisa lah ngikutin yang dulu.

Jika “Jaman Rasul” yang anda masksud adalah..
Mereka yang Tidak pernah tertinggal shalatnya di belakang Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam.
Mereka yang mengorbankan Jiwa, Raga, Harta dan tetesan darahnya untuk Islam,

Jika adalah Mereka yang menangis ketika tertinggal SATU RAKAAT—bahkan tertinggal Takbir bersama Rasulullah.

Wahai sahabatku, jika saja mereka yang hidup berdampingan dengan Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam MASIH ada yang DIKATAKAN TIDAK MASUK SURGA…

Lalu, dengan kapasitas anda, anda “menggampangkan” diri untuk ‘booking’ Surga, percaya diri dengan amalan anda yang sekarang, dan menganggap remeh mereka yang berjuang di awal Masa perjuangan Rasulullah shallahu’alaihi wasalam..

Dan yang lebih penting lagi, mengatakan,
Bahwa Syariat ini HANYA untuk mereka yang hidup di Zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam..

Apakah anda juga siap menerima, Jika Surga HANYA UNTUK MEREKA YANG HIDUP DI ZAMAN RASULULLAH ?


Malu-lah wahai sahabatku..
Malu-lah dengan kualitas Iman dan Ibadah kita yang sangat jauh dari mereka yang dijanjikan Surga.

Takutlah
Jika ketika saatnya kita meninggalkan dunia ini, ternyata tidak ada yang bisa kita bawa melainkan rasa malu, merunduk meratapi nasib, disaat yang ratapan menjadi tak ada gunanya lagi, ingin sekali kembali beramal… tapi di hari itu, tidak ada lagi kesempatan untuk kembali beramal.

Menangislah, Pantaskah Surga memanggil nama mu ?
Kembali lah wahai saudaraku…
Kembali-lah dengan segenap Iman layaknya mereka yang berperang di Perang Badr.
Kembali-lah dengan segenap Amalan seperti mereka yang tak pernah lepas menyertai sisi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
Sebelum kita semua kembali kepada-Nya…

Tanyakan kembali,
“Jika aku harus mati sekarang, Layakkah aku masuk Surga dengan segenap Iman dan Amalku hari ini ?”
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
(QS. Ali Imran [3] : 30-31)

-Muhamad Ikhsan Nurmansyah, dr.

Monday, August 6, 2018

Kunci kemuliaan yang terlupakan : Muru'ah dan Al-Hayya' Part #2

Kunci kemuliaan yang terlupakan : Muru'ah dan Al-Hayya'
Part #2

Q&A : factsheet

Q1 : ini kan akun saya di protect/private account, nggak bisa dilihat sembarang orang, nggak apa-apalah kan.

A : Ada beberapa potensi yang tetap terbuka disini, diantaranya,

1. Ini belajar dari "security leak" nya Facebook. Private account tidak menghalangi instansi terkait (ex. Instagram, FB, dll.) untuk menyimpan foto anda di "archive" mereka. Jika terjadi "security leak", maka archive ini akan dapat diakses siapapun--dimanapun.

2. Sudah tahu siapa saja yang anda "allow" atau "accept" follow request ? Follower anda tidaklah semuanya mahrom anda. Bahkan mahrom pun bukan alasan untuk melepas muru'ah dan Al-Hayya'. Karena keduanya adalah bagian dari iman, jika salah satu saja hilang, maka hilang pula iman anda, hilanglah nilai perhiasan terbaik--perempuan sholehah--di dunia ini.

2.a katakanlah seluruh follower anda benar-benar anda pilih--hand-picked by your own hand. Mari lanjut ke poin 3.

3. Tidak ada jaminan, bahwa follower anda tidak akan menyebarkan foto anda kepada rekan-rekannya, dan jika foto anda di "Like" oleh follower anda, maka akan muncul di beranda teman-teman follower anda. Berapa pasang mata yang akan mempersaksikan diri anda, tanpa rasa malu dan harga diri melekat, di yaumul hisab nanti ?

Lalu, berapa sisa muru'ah yang masih menempel pada diri anda ? Secara tidak sadar, anda telah menggadaikan muru'ah anda..seluruhnya.

Q2 : Jadi gak boleh gitu berbagi kebahagiaan ? Bagi-bagi foto biar yang lain ikut bahagia kan baik..

A :
Jika tolok ukur kebagaiaan adalah mengobral muru'ah dan rasa malu melalui foto yang dihiasi lekuk-lekuk Wajah dan tubuh yang tidak seharusnya, serta menampakkan dan "menyajikan" wajah cantik nan rupawan kepada seluruh pasang mata yang bukan mahrom anda, belum lagi ditambah make-up yang tak pernah ketinggalan, niscaya generasi Sahabat Rasulullah akan menjadi generasi yang paling bersedih hati, murung, serba tidak bahagia. Dan generasi jahiliyah akan menjadi orang yang paling riang bahagia, bukan begitu ?

Sadarilah,
kebahagiaan sejati adalah ketika kita patuh kepada perintah Allah,
Mari berbahagia dengan mengikuti "perspektif" Allah, bukan perspektif manusia.

Berapa lama Manusia akan menilai anda ? 20 tahun ? 30 tahun ? 40 tahun ?
Sedangkan penilaian Allah Azza wa jalla tanpa batas waktu. Akankah anda mengutamakan penilaian makhluk nan fana ? Atau Al-Khaliq pemilik keabadian ?

Q3 : tapi kan...nggak apa apa lah.. ngepost foto aja..
A :
Jika anda masih ingin melakukannya, maka tanyakan sekali lagi,

"Apakah ada manfaatnya untuk akhiratku ? Ataukah ini menjadi pemberat dosaku ?"
"Apa yang aku rugikan jika tidak kulakukan ?"

Mari mentadabbur pesan Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam,

"Neraka dikelilingi oleh syahwat. Dan Surga dikelilingi oleh segala sesuatu yang dibenci jiwa."
(HR. Muslim)

Syahwat adalah sesuatu yang jiwa kita tertarik kepadanya, yang melenakan, yang nikmat tapi terlaknat.

Maka...
Ketika kita tertarik pada suatu hal, maka pastikan itu adalah bentuk TAAT, bukan bentuk LAKNAT
Pastikan itu adalah bagian dari SYARIAT, bukan SYAHWAT
Yakinkan, bahwa itu akan membawa kita ke JANNAH, bukan JAHANNAM.

Allahu Musta'an.

-Muhamad Ikhsan Nurmansyah

Kunci kemuliaan yang terlupakan : Muru'ah dan Al-Hayya'


Di zaman ini, banyak sekali saudara dan saudari kita yang melupakan kunci kemuliaan yang palng penting.

Banyak yang kehilangan Al-Hayya'-- "rasa malu"nya. Melepaskan kemuliaan dan harga dirinya (muru'ah)

Demi dikenal netijen dan khalayak dunia maya, rela berfoto ria, dengan gaya-gaya yang seharusnya tidak dimiliki oleh perempuan-perempuan mukminin. Entah itu selfie, entah itu mengayunkan bibir sedemkian rupa, entah itu berlenggak lenggok. Entahpun itu berdandan/'make up' yang jelas pasti bukan untuk mahromnya.

Kenapa perempuan ? Karena perempuan yang paling banyak memamerkan ini semua.

Katanya,
Biar dikenal..
Katanya biar kekinian.
Katanya buat ngisi timeline.
.
.
Ada juga yang bilang, "ini foto rame rame kok, ungkapan kasih sayang saya buat teman teman saya yang menemani hingga sekarang," atau juga "biar ada kenang-kenangan, biar langgeng terus pertemanan kita". Kadangpun disertai caption yang dibuat dengan ajegnya, dengan revisi berkali kali.

Lain cerita engkau yang selalu gonta-ganti profile picture. Alasannya pun tidak jauh berbeda. kejayaan dan popularitas duniawi menjadi alasan.

Lebih miris lagi, ada yang beranggapan "yah gimana, kalo gak begini nanti gak dapet jodoh, saya gak dikenal siapa-siapa"
Na'udzubillah.

Wahai saudariku, ketahuilah, temanmu yang baik tidak akan "mengobral" dan menjatuhkan Muru'ah-mu.
Temanmu yang baik akan tetap menjaga Muru'ahmu, tanpa mengurangi persahabatan denganmu. bahkan semakin dekat persahabatanmu.

Dan untuk yang beralasan "biar ketemu jodoh",
ketahuilah, jika engkau mencari jodohmu dengan menjatuhkan Muru'ahmu, maka engkau pula akan  mendapatkan dia yang senantiasa menjatuhkan Muru'ahnya. dan sebaliknya.

bukankah sudah menjadi janji Allah Azza wa Jalla demikian ?

Jagalah rasa dan sifat malu di dunia, di hadapan manusia, Agar kita nggak "malu-maluin di depan Allah".
Jangan terbalik.

Eh, nanti dibilang kuper (kurang pergauland-red), introvert, gak seru, gak asik, gak ada temen, gak update.

Sadarlah, itu semua hanya prasangka manusia yang dihiasi,diperindah oleh kalimat-kalimat syaithan yang sedang mencari teman, karena syaithan adalah makhluk yang tidak mengenal malu. Dan sudah dijanjikan Allah azza wa jalla menjadi makhluk yang paling "malu-maluin" di akhirat nanti.


Jika untuk menjaga malu, maka anda menjadi dijauhi dari teman, rekan dan sahabat anda, ketahuilah, bahwa Allah akan menggantikannya, mendatangkan dengan orang yang lebih baik lagi dari sisi-Nya.


Hal yang terpenting adalah kita gak akan kuper di akhirat nanti, kenapa ? karena kita nanti banyak amalan yang menemani. darimana ? dari kita menjaga Al-Hayya' (Rasa malu).


Kembalilah kepada fitrahmu wahai saudari dan saudaraku...


"Kemuliaan seseorang ialah (pada) agamanya dan muru’ah (pada) akalnya dan keluhuran akhlaknya.” (HR. Ibnu Hibban)

Hapus fotomu
sudahi Selebritasmu..
bangun kembali muru'ah-mu
hiasi lagi Hayya' dalam dirimu


22 Dzulqa'da 1438H/
4 Agustus 2018
Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa menjaga Muru'ah kita.

Tuesday, April 3, 2018

Puisi Kebangkitan Ummat : Ketika Allah Azza Wa Jalla Memperlihatkan Hati Ciptaan-Nya"


Baru-baru ini, kita disuguhkan dan dikejutkan --sebagian terkejut, sebagian lagi pura-pura terkejut (?)-- dengan sebuah syair yang disusun sedemikian rupa oleh seorang anak manusia, yang "katanya" keturunan prokalamator bumi pertiwi tercinta ini.

*untuk yang belum baca atau dengar isinya,bisa langsung sarching saja di mbah google, karena saya merasa, laman saya bukan tempat untuk menampilkan text yang tidak berfaedah dan tidak beretika*

sebagian dari kita (mungkin) sontak berkata,
"ini SARA ! rapatkan barisan, kita laporkan ke yang berwajib!"

sebagian lagi dengan amarahnya yang bergejolak, berkata,
"Ini sudah keterlaluan ! tidak seharusnya Agama kita dibandingkan dengan adat dan kebiasaan tak berdalil !"

sebagian lagi, hanya bisa diam, memendam rasa kesal, atau mungkin mau langsung mendatangi kediaman yang berdangkutan, atau bahkan ada yang mau mengirimkan "Surat Peringatan" ?

Sahabatku,
sesungguhnya kejadian ini bukanlah hal yang aneh,
bukan juga hal yang pertama kali terjadi..

mari meneladani Akhlaq dari Al-Qur'an

1. Bahwasanya, Kaum yang kufur lagi fasik, akan tetap mencari celah untuk menghinakan Ayat Kitabullah
Allah SWT berfirman:

وَيْلٌ لِّـكُلِّ اَفَّاكٍ اَثِيْمٍ
"Celakalah bagi setiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa,"

يَّسْمَعُ اٰيٰتِ اللّٰهِ تُتْلٰى عَلَيْهِ ثُمَّ يُصِرُّ مُسْتَكْبِرًا كَاَنْ لَّمْ يَسْمَعْهَا   ۚ  فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ اَ لِيْمٍ
"(yaitu) orang yang mendengar ayat-ayat Allah ketika dibacakan kepadanya, namun dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka peringatkanlah dia dengan azab yang pedih."

وَاِذَا عَلِمَ مِنْ اٰيٰتِنَا شَيْـئًـااتَّخَذَهَا هُزُوًا  ۗ  اُولٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ 
"Dan apabila dia mengetahui sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka (ayat-ayat itu) dijadikan olok-olok. Merekalah yang akan menerima azab yang menghinakan."
(QS. Al-Jasiyah 45: Ayat 7- 9)


2. Sifat Kufur adalah menolak ayat Allah Azza Wa Jalla:
Allah SWT berfirman:

وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اِنْ هٰذَاۤ اِلَّاۤ اِفْكٌ اِفْتَـرٰٮهُ وَاَعَانَهٗ عَلَيْهِ قَوْمٌ اٰخَرُوْنَ  ۚ  فَقَدْ جَآءُوْ ظُلْمًا وَّزُوْرًا 
"Dan orang-orang kafir berkata, (Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh dia (Muhammad), dibantu oleh orang-orang lain. Sungguh, mereka telah berbuat zalim dan dusta yang besar."
(QS. Al-Furqan 25: Ayat 4)

3. Janji Allah Azza wa Jalla untuk Munafiqun

Allah SWT berfirman:

يَحْذَرُ الْمُنٰفِقُوْنَ اَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُوْرَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ  ۗ  قُلِ اسْتَهْزِءُوْا  ۚ  اِنَّ اللّٰهَ مُخْرِجٌ مَّا تَحْذَرُوْنَ
"Orang-orang munafik itu takut jika diturunkan suatu surah yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah (kepada mereka), Teruskanlah berolok-olok (terhadap Allah dan Rasul-Nya). Sesungguhnya Allah akan mengungkapkan apa yang kamu takuti itu."

وَلَئِنْ  سَاَلْتَهُمْ لَيَـقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُ ۗ  قُلْ اَبِاللّٰهِ  وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ
"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja. Katakanlah, Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"
(QS. At-Taubah 9: Ayat 65)

لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ  ۗ  اِنْ نَّـعْفُ عَنْ طَآئِفَةٍ مِّنْكُمْ نُـعَذِّبْ طَآئِفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ
"Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa."
(QS. At-Taubah 9: Ayat 64-66)


Akan TETAP ADA mereka yang mendustakan kebenaran..


lalu, bolehkah kita marah ?
Boleh, sangat boleh, karena marah adalah sebuah luapan perasaan yang terjadi ketika Seseorang/Sesuatu yang kita cintai, kita dambakan, ternyata dihinakan oleh seseorang...
menandakan bahwa Imanmu masih melekat, kecintaanmu kepada agama ini masih Terpupuk indah..

tapi..
Simpanlah amarah itu untuk hatimu..
simpanlah kesalmu dalam do'amu..
titipkanlah balasan yang engkau inginkan, kepada pemilik Hari Pembalasan

yakinlah,
bahwa Allah Azza wa Jalla, menunjukkan peristiwa ini bukan tanpa sebab, bahwa Allah subhanahu wata'ala ingin kita mengetahui..

siapakah teman...dan siapakah musuh kita..
siapakah yang beriman dan siapa yang kufur..
siapa yang memuji Allah Azza wa Jalla hanya di lisannya, dan siapa yang tertanam dalam hatinya kekekalan dalam mencintai-Nya.

Maka ambillah hikmahnya..
Telah tampak jelas bagi kita, mereka yang akan berperang disamping kita..yaitu saudara-saudara kita yang mengokohkan diri dalam Iman.

dan

mereka yang kita akan berhadap-hadapan dengannya dalam perang melawan Thagut.

pilihlah untuk kita semua, untuk ummat ini, pilihan Allah Subahanahu Wata'ala dan TINGGALKANLAH orang munafiq lagi kafir.

Allah SWT berfirman:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِى الْـكِتٰبِ اَنْ اِذَا سَمِعْتُمْ اٰيٰتِ اللّٰهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَاُبِهَا فَلَا تَقْعُدُوْا مَعَهُمْ حَتّٰى يَخُوْضُوْا فِيْ حَدِيْثٍ غَيْرِهٖۤ   ‏  ۖ  اِنَّكُمْ اِذًا مِّثْلُهُمْ ۗ  اِنَّ اللّٰهَ جَامِعُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْكٰفِرِيْنَ فِيْ جَهَـنَّمَ جَمِيْعَا 

"Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (Al-Qur'an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir) maka janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (kalau tetap duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di Neraka Jahanam,"
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 140)

Stay calm
and
Choose your Ulil Amri wisely

Tuesday, March 27, 2018

Matematika Kehidupan : Pembilang dan Penyebut


Matematika ? Siapa yang tidak kenal dengan matematika ? sebagian dari kita menganggap salah satu mata pelajaran ini sebagai 'momok' yang menakutkan, menyeramkan, bahkan bisa membuat seseorang hilang nafsu makan (?) *mungkin*
Saya salah seorang yang hobi dengan matematika, sebagian orang hobi menyelesaikan soal, sebagian lagi hobi untuk 'mempersoalkan soal', kesusahan, katanya (perhatikan apakah kepala anda mengangguk saat membaca kalimat ini, anggukkan anda menentukan posisi anda :) )

Saya tidak akan berbicara tentang exponensial, tentang penjumlahan vektor, Aljabar, Matriks, trigonometri atau bahkan limit fungsi. Jangan pusing dulu, jangan tepok jidat dulu, jangan bergerak dulu dari layar anda, saya hanya menyebutkan saja bab-bab matematika, bukan membahasnya :)

*PS: bagi yang tidak kuat membaca bab matematika diatas, harap segera lanjutkan membaca*

 "Pecahan"
Ya, inilah bab yang sarat akan makna kehidupan. Namun, tidak semua kita dapat memahami makna dari mempelajari materi ini. Sebagian besar kita hanya menganggap materi ini berguna untuk membagi rata kue kepada beberapa orang, atau bahkan hanya sambilan saja, sebuah materi untuk melengkapi "persyaratan naik kelas".

"Pecahan Hidup"
Dalam keseharian kita, kita selalu dihadapkan kepada pilihan, persoalan, dan pencapaian.
Berapakah umur anda ?
20 tahun ? 30 tahun ? 40 tahun ? 50 tahun ?

Sebagian orang menganggap bertambahnya umur adalah sebuah keselarasan terhadap bertambahnya pencapaian. seolah membenarkan, bahwa 'keleluasaan berpikir', 'kematangan prinsip hidup' dan 'pencapaian tinggi' hanya menjadi hak seorang yang telah menua bersama zaman, memakan asam-ketirnya kehidupan, melulu mengikuti persoalan yang dihantarkan waktu.

"Memaknai Pembilang dan Penyebut dalam kehidupan"
Apakah anda setuju jika konsep "parameter kehidupan meningkat dengan bertambahnya umur" saya nafikkan ? saya katakan "salah" ?

Mari belajar dari pecahan.
Short review :
1. Pembilang adalah angka yang ada di atas, dan penyebut adalah angka yang ada di bawah. dan
2. Nilai dari pecahan akan meningkat jika pembilang dinaikkan jumlahnya, dan penyebut dikurangkan.
Simple. sangat sederhana.

mari kita lanjutkan lagi.

Anggaplah pembilang adalah pencapaian kita, dan penyebut adalah umur.

Lalu, apakah sebuah jaminan, jika "umur" anda (sebagai penyebut) akan memastikan bahwa "pencapaian" (sebagai pembilang) akan bertambah ?

Tidak toh ? Umur anda hanya sebagai patokan waktu, yang "biasanya" seseorang "sudah bisa  .... (isi sendiri)" , ya ini hanya asumsi saja, menyamakan dari 'perasaan' dan 'pengalaman'.orang terdahulu.

Pencapaian anda...
Apakah dengan bertambahnya umur, akan meningkatkan Penghasilan ?
Apakah dengan bertambahnya umur, akan menambahkan hafalan Qur'an anda ?
Apakah dengan bertambahnya umur, akan menambah Ilmu Agama anda ?

Tentu Tidak kan ?
Maka marilah berbenah, memperbaiki prinsip hidup,
Bahwa sejatinya, Usia/Umur hanyalah sebuah sekedar pengingat waktu, apakah berarti atau tidak waktumu selama ini ?
 bukan sebuah komponen 'kepastian'
dan pencapaian adalah nilai sesungguhnya, sesuatu yang harus kita usahakan.

1. Apakah umur 40 pasti sudah hafal quran ? Apakabar adik-adik kita yang sudah hafidz di Suriah sana di umur kurang dari 8 tahun ?
2. Apakah di usia 50 tahun anda baru rajin ke masjid ? apa tidak malu dengan adik-adik kita di palestina yang shalat tepat waktu dari usia belianya ? bahkan dibawah desingan peluru dan roket.
3. Apakah sama orang yang sudah rajin mengkhatamkan Quran sejak usia 20 tahun dengna mereka yang 'nunggu waktu luang' di usia 40 tahun ?
4. Apakah sama mereka yang membasahi lisannya dengan Dzikrullah sejak bangku SD, dengan mereka yang berdzikir ketika sudah tidak sibuk bekerja saja ?

Adalah kita yang menentukan,
Apa yang harus saya kejar ?
Apa yang harus saya utamakan ?
Apa yang harus saya dapat ?

Dan Umur hanyalah sebagai pengingat,
bahwa segalanya memiliki batas waktu,
bahwa segalanya akan berhenti pada saatnya

sebuah penentu,
apakah yang kita dapatkan selama ini bermakna atau tidak ? banyak atau sedikit ?

dari Umur kita belajar...
Ketika besar pencapaian kita, maka semakin besar nilai kita..
dan
semakin kecil umur kita, semakin besar nilai kita..

Maka perbanyaklah amal, di waktu umur belum seberapa--tua.
Tingkatkan "Nilai pecahan" mu, sebelum Allah Azza wa Jalla menghitung nilai pecahanmu..

#MuhasabahMalam

Thursday, December 28, 2017

Orientasi & Malorientasi: Sekedar Narasi atau Sebatas Teori ?


Sejak kecil, kita senantiasa terpapar dengan pertanyaan, satu kalimat yang "sepele", seperti :

"Dek, kalau nanti udah gede, mau jadi apa ?"
atau lebih spesifiknya,
"Nak, nanti kalau sudah besar jadi dokter/Pengusaha/Insinyur/Arsitek/Guru/Pengacara (dan lain-lain) ya, buat ibu/ayah bangga"

Yaa begitulah pertanyaan dan pernyataan yang menjadi buah bibir orang tua kita sedari dulu, baik disadari atau tidak, ucapan ini memiliki arti yang cukup dalam, dan disadari ataupun tidak, perkataan yang "cuma satu kalimat" ini secara tidak langsung membuat diri kita termotivasi, terdorong untuk mencapai sesuatu yang selalu di'elu-elu'kan orang disekitar kita. dimulai pada titik inilah, kita mulai membentuk orientasi kita.

"Saya harus bisa !"
"Aku harus jadi dokter!"
"Gue Kudu Juara Umum !

Sebagian kita tidak menyatakan kalimat kutipan diatas secara langsung, tapi setidaknya, kalimat itu merepresentasikan apa yang sebenarnya terjadi di benak kita, secara tidak sadar membentuk orientasi kita. membentuk suatu penilaian dan tinjauan, untuk apa ? untuk memutuskan "What I Have to do to achieve my goal?"

pertanyaannya sekarang adalah, Apa sebenarnya "Goal" kita ? Apa tujuan kita sesungguhnya ?

Kita acapkali berpikir,
"Saya akan jadi Juara umum, supaya saya bisa dipanggil oleh announcer nanti sewaktu wisuda, Pasti ayah dan ibu saya bangga"
"Saya harus bisa jadi Dokter yang sukses, Orang tua saya akan bangga kalau nanti mereka di usia lanjutnya tidak harus bersusah payah menpertahankan kesehatannya"
"Saya harus bisa memiliki sekuritas finansial, sehingga sampai kapanpun, saya tidak perlu memikirkan keterbatasan dana"

mengapa kita bisa berpikiran demikian ? karena sejak dulu, orientasi kita--selangkah demi selangkah- sudah terkokohkan, terpatri jauh dalam diri ini, bahwa dunia adalah segalanya.

"Meng-Orientasi-kan Islam"
Keterbatasan kita dalam menentukan orientasi diri tidak lepas dari keterpaksaan kita dalam kehidupan sehari, sehingga kita lupa, bahwa dunia hanyalah "Short-term Goal", sedangkan kita terlupa akan "Long-term Goal", yaitu Akhirat. 

jika kita bangga dengan pencapaian kita;
"Orang tua saya pasti bangga kalau saya bisa dipanggil di hadapan seluruh peserta wisuda nanti"
"Saya akan bertemu dengan Pak Presiden, disaksikan seluruh Rakyat Indonesia"

maka, tidakkah kita merasa rendah hanya dengan mematok prestasi dunia ? Orientasi Dunia ?
ubahlah Orientasi kita sejak saat ini..

"Orang tua saya pasti bangga jika saya bisa menghadiahkan keduanya Mahkota di Surga. Maka saya akan menjadi Hafidz Quran"
"Orang tua saya pasti bangga ketika saya mempersembahkan keduanya Surga. Maka saya akan memperbanyak amal harian.
perbanyak dzikir, terdalam ilmu dan amalan yang diajarkan Rasulullah saw.

di penghujung hari, di detik-detik akhir dunia ini, seluruh dari kita akan dipanggil dan dikumpulkan,
"Dimanakah orang-orang Beriman ?"
Maka pastikanlah dirimu termasuk didalamnya,
pastikanlah engkau akan menyambut panggilan itu dengan dengan hunusan pedang, berkibarkan Panji Ad-Diinul Islam, seraya berkata, "Saya termasuk orang yang Beriman kepada Allah swt.",

jangan sampai engkau bertanya di hari itu,
"Mengapa aku tidak dipanggil ?"
"Mengapa saya tidak dapat menyebut panggilan ini ?"

maka bertanyalah pada dirimu,
Dimanakah engkau saat Allah swt memanggilmu 5 kali sehari dengan Adzan-nya ?
Dimanakah engkau saat Allah memerintahkan untuk membaca Kitabullah ?
Kemana engkau saat Allah swt. menunggu mu di tiap malam ?

Hadir ? Absen ? atau bahkan...Abstain ?
karena hanya ada dua pilihan dikala itu,
Sami'na Wa Atho'na atau Sami'na Wa Amshoina ?
Saya mendengar dan saya taat
atau
Saya mendengar dan saya lalai ?
tidak ada pilihan abstain, tidak ada golongan putih "golput".

Apakah engkau akan membela Thagut ?
ataukah
engkau akan berdiri disisi Mujahidin ?

apakah engkau akan bersama mereka yang berjalan menuju ujung dunia yang fana ?
ataukah
engkau akan membersamai mereka yang menemui Allah swt. fi Jannatun Firdaus ?

Orientasikan dirimu menuju Akhirat, pada Kitabullah (Al-Quranulkarim), karena tujuanmu akan membawamu kepada Kafilah (Rombongan) yang sesuai;

Serasikan Langkah, Selaraskan Tujuan
Semoga kita bertemu kembali di hari yang di janjikan dalam barisan yang sama.

Friday, May 12, 2017

INTOLERANT VS OVER-TOLERANT


[PS. Tulisan adalah opini dengan dasar fakta. Tulisan ini diperuntukkan untuk seluruh anak bangsa yang masih terbuka dengan opini dan fakta, untuk yg mencari kebenaran, bukan pembenaran. Tulisan ini bukan sarana debat. Saya sangat terbuka dengan pendapat lain. Tulisan ini menggunakan logika sederhana, hanya untuk yg masih mengedepankan logika berpikir diatas segalanya. READ ON YOUR OWN RISK.]

Akhir-akhir ini pembahasan di seluruh media sosial hingga media cetak maupun elektronik sepertinya tertarik kepada Tervonis Kasus Penistaan agama yang sudah ditetapkan bersalah dan langsung mendekam di LP Cipinang, bak magnet yang menarik seluruh serpihan logam disekitarnya.

ada yang menarik dari fenomena ini, beberapa hari ini saya menemui hashtag yg "unik", contohnya saja, #RIPJusticeIndonesia yang dicuitkan oleh anak bangsa, hingga tertuliskan di beberapa media manacanegara.
Bahasan lainnya adalah : "Jakarta kehilangan sosok kepemimpinan", "Indonesia kehilangan toleransi".
Hingga pagi ini tagline yg menarik dari salah satu media nasional "Pasal Karet, Pasal Penistaan Agama akan dihapuskan"

Okay, ini adalah beberapa fakta yang saya temui. Yang saya pertanyakan adalah, dimana letak ketidakadilan ? Hal Apa yang dikatakan Intoleransi ? dan sosok pemimpin apa yang hilang dari jakarta ?

Saya tidak membahas masalah pemimpin yang hilang, karena sosok pemimpin yg ideal bagi tiap orang berbeda.

Saya tertarik dengan hastag #RIPJusticeIndonesia dan pembahasan Intoleransi.

1. INTOLERAN
Mari kita lihat pengertian dari "toleran" menurut KBBI,
"bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri" (bisa dilihat di screenshot yg ada di postingan ini)

Dibagian manakah kita, Bangsa Indonesia, tidak menerapkan toleransi ?
Dan siapakah yang tidak bersikap bijak terhadap kepercayaan masyarakat yang ada ? Saya rasa, Indonesia berjalan damai dan tentram, hingga adanya pernyataan yang "mengganggu" kepercayaan yang ada di Indonesia dari tervonis.

Poin penting dari definisi "Toleran" tersebut adalah "bersifat meneggang terhadap pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri."

SANGAT JELAS. Inti dari toleransi adalah Menghargai/membiarkan/membolehkan pendirian yang berbeda dengan pendirian sendiri.

Saya rasa sudah sangat jelas, melalui definisi ini, tidak ada bias, tidak ada celah, untuk menentukan siapakah yang bersifat intoleran ? Siapakah yang mengedepankan pendirian diri sendiri ?Siapakah yang "mencela" kepercayaan kelompok lainnya ?

2. Ketidakadilan / RIPJusticeIndonesia
Definisi adil (KBBI) :

adil a 1 sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak: keputusan hakim itu --; 2 berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; 3 sepatutnya; tidak sewenang-wenang: para buruh mengemukakan tuntutan yang --;

Pertanyaan saya, dimanakah letak ketidakadilan disini ?
Apakah menghukum seseorang yang tidak menghormati kepercayaan orang lain itu adalah keberpihakan ?
Siapakah yang bersikap sewenang-wenang ? Apakah masyarakat yang merasa tidak terima dengan agamanya dicoreng, atau seorang yang mencela suatu agama ?

"Adil" adalah hasil, hasil dari pengolahan dari alat bernama "pengadilan"

3. "Ahok tidak bersalah, itu fakta"
Ahok "tidak salah", ya saya setuju ahok tidak bersalah.
JIKA ahok membahas akidah/ajaran Islam di kalangan pemuka agama yang bersangkutan, dalam forum bertema agama, tentu tidak salah.
Contohnya saja dr. Zakir Naik, yang belum lama ini datang ke Indonesia dalam tour dakwahnya. Apakah ini penistaan ? Apakah ini pencelaan agama ? Tentu tidak, karena forum ini ada untuk diskusi agama, dan bersifat terbuka, tanpa paksaan, yang tidak mau dengar ya orapopo.

Di lain pihak, Tervonis ini membahas--bahkan "menyalahkan"--inti ajaran suatu agama-dalam hal ini Islam-- di muka umum, bukan pada forum agama, apakah ini dapat dibenarkan ?
Tentu dapat dibenarkan, mengapa ? Karena "benar" yang digunakan adalah definisi personal dan berdasarkan keyakinan sendiri. Lagi-lagi mengedepankan pendirian sendiri. Toleran ? Intoleran ? Anda tentukan sendiri.

4. "Pasal penistaan Agama itu Pasal Karet, Negara lain, terutama di Barat, tidak menggunakan pasal ini"

Oke, saya bukan ahli bidang tatanegara, bukan juga sarjana hukum, bukan juga pengamat perdilan, tapi bukan berarti saya buta hukum.

Selama saya berorganisasi di Kampus, dimana BEM menjadi replika Pemerintah; DPM menjadi jelmaan DPR dan mahasiswa menjadi model rakyat di kehidupan nyata, seluruh peraturan disesuaikan dengan situasi dan keragaman yg ada di ruang lingkup organisasi--dalam hal ini kampus. Peraturan negara lain hanya terbatas sebagai referensi "second opinion", bukan sebagai kapasitas konstituen primer.

sangatlah bijak jika kita menggunakan parameter peraturan negara ini berdasarkan kondisi riil negara kita sendiri, bukan membandingkan dengan "rumput" orang lain. toh, ideal adalah kesesuaian dengan kebutuhan sendiri,bukan mencocokkan dengan kebutuhan orang lain.

Apa yang terjadi jika Indonesia tidak memiliki statuta ini ? Lebih "toleran" atau lebih "intoleran" ? Kita kembalikan ke definisi awal, apakah lebih menghargai pendirian yang berbeda, ataukah semakin membanggakan pendirian sendiri ?

Jadi, siapakah yang Intoleran ?
Ataukah, kita memang sedang digiring menuju sikap over-tolerant-membenarkan segalanya ?

-Muhamad Ikhsan Nurmansyah
Bukan siapa-siapa, hanya pengamat media sosial.